Selasa, 03 Februari 2015

bab 2



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Rumah Sakit
1.    Definisi dan Klasifikasi
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang  menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Organisasi kesehatan dunia, WHO, menjelaskan mengenai rumah sakit dan peranannya bahwa rumah sakit merupakan suatu bagian integral dari organisasi sosial dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien yang jauh dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya, serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat  penelitian biososial (Adisasmito, 2009).

Menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut :
a.       Kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas :
1)      Rumah sakit pemerintah, terdiri atas :
a)   Rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
b)   Rumah sakit pemerintah daerah
c)   Rumah sakit militer
d)  Rumah sakit BUMN

2)      Rumah sakit sukarela yaitu rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat. Rumah sakit ini dibagi menjadi dua yaitu :
a)   Rumah sakit hak milik, merupakan rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba.
b)   Rumah sakit nirlaba, merupakan rumah sakit yang mencari laba sewajarnya saja dan laba yang diperoleh rumah sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan.

b.      Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas :
1)      Rumah sakit umum
Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, ibu hamil dan sebagainya.
2)      Rumah sakit khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, misalnya rumah sakit: kanker, bersalin, psikiatri, mata, lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat (rehabilitasi) dan penyakit kronis.

c.       Lama Tinggal
Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas :
1)      Rumah sakit perawatan jangka pendek
Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit akut dan penyakit darurat. Rumah sakit umum pada umumnya adalah rumah sakit perawatan jangka pendek.
2)      Rumah sakit perawatan jangka panjang
Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih, misalnya untuk kondisi psikiatri.

d.      Kapasitas Tempat Tidur
Rumah sakit biasanya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut:
1)      < 50 tempat tidur
2)      50 – 99 tempat tidur
3)      100 – 199 tempat tidur
4)      200 – 299 tempat tidur
5)      300 – 399 tempat tidur
6)      400 – 499 tempat tidur
7)      500 - lebih

e.       Afiliasi Pendidikan
Ada dua jenis rumah sakit yang berdasarkan pada afiliasi pendidikan yaitu:
1)      Rumah sakit pendidikan
Yaitu rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik dan bidang spesialis lain.
2)      Rumah sakit non pendidikan
Yaitu rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas disebut rumah sakit non pendidikan.


f.       Status Akreditasi
Rumah sakit yang telah memiliki status akreditasi ialah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010. Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan Pelayanan, Sumber Daya Manusia, Peralatan, Sarana dan Prasarana serta Administrasi dan Manajemen. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :
a.       Rumah Sakit Umum Kelas A
Adalah rumah sakit umum yang  mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain, dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Pelayanan penunjang non klinik harus terdiri dari pelayanan  laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,  ambulance, komunikasi, pemulasaraan jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih, serta kapasitas tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.
b.      Rumah Sakit Umum Kelas B
Adalah rumah sakit umum yang  mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan)  Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik  Subspesialis Dasar. Pelayanan penunjang non klinik harus terdiri dari pelayanan  laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,  ambulance, komunikasi, pemulasaraan jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih, serta kapasitas tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah.
c.       Rumah Sakit Umum Kelas C
Adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan  4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan  Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih serta kapasitas tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.
d.      Rumah Sakit Umum Kelas D
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan  Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih serta kapasitas tempat tidur minimal 50 (lima puluh) buah.

2.     Tugas dan Fungsi
a.       Tugas rumah sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi  promotif,  preventif ,  kuratif  dan rehabilitatif .
b.      Fungsi rumah sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai:
1)   penyelenggaraan pelayanan pengobatan  dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
2)   pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3)   penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam  pemberian pelayanan kesehatan.
4)   penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

B.     Instalasi Farmasi di Rumah Sakit
1.     Definisi dan Kedudukan
a.       Definisi Instalasi Farmasi  Rumah Sakit
Instalasi Farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas  seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan menyeluruh, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu dan pengendalian  distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004).

b.      Kedudukan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1)      IFRS sebagai organisasi produksi
Sebagai organisasi atau lembaga produksi, ruang lingkup fungsi IFRS terutama menyediakan dan menjamin mutu produk yang di produksinya termasuk yang dibeli serta berupaya memastikan terapi obat yang efektif, aman dan rasional.  Dalam proses produksi pengadaan, IFRS melakukan berbagai tahap, antara lain desain atau pengembangan produk, penetapan spesifikasi, penetapan kriteria pemasok, proses pembelian, proses produksi, pengujian mutu dan penyimpanan produk bagi pasien.
2)      IFRS sebagai organisasi jasa atau pelayanan
Merupakan suatu organisasi pelayanan dengan sistem keterampilan, kompetensi dan fasilitas yang terorganisir sehingga memberikan kepuasan kepada konsumen. Pada proses pelayanan, IFRS berinteraksi langsung dengan konsumen pada titik temu seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian tersebut.
3)      IFRS sebagai organisasi pengembangan
IFRS wajib mengikuti dan menetapkan perkembangan dalam pelayanan di rumah sakit agar selalu sepadan dengan kemajuan pelayanan medis dan keperawatan. Sebagai organisasi perkembangan, IFRS juga harus aktif dalam edukasi tentang obat bagi profesional kesehatan agar mereka dapat menyempurnakan penulisan serta penggunaan obat yang tepat, aman dan rasional.



2.    Tugas dan Fungsi
Tugas Pokok Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, meliputi :
a.    Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b.    Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
c.    Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d.   Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e.    Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f.     Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g.    Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h.    Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 ada dua, yaitu :
a.    Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

Pengelolaan perbekalan farmasi ini bertujuan untuk :
1)      Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien.
2)      Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan.
3)      Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi.
4)      Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna.
5)      Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi :
1)      Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta  jaminan purna transaksi pembelian.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)

2)      Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman Perencanaan 
a)      DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, Ketentuan setempat yang berlaku.
b)      Data catatan medik 
c)      Anggaran yang tersedia
d)     Penetapan prioritas
e)      Siklus penyakit
f)       Sisa persediaan
g)      Data pemakaian periode yang lalu
h)      Rencana pengembangan
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)

Ada beberapa metode perencanaan, yaitu:
a)      Metode Morbiditas/Epidemiologi
Jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang ada di RS (apotek RS) atau yang sering muncul di masyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit.

Ada beberapa tahap – tahap yang dapat dilakukan dengan cara:
(1)  Dilakukan dengan cara menentukan beban penyakit
(a)    Melakukan penentuan beban penyakit periode lalu dan memperkirakan beban penyakit yang akan dihadapi pada periode mendatang (forecasting).
(b)    Melakukan stratifikasi/pengelompokan masing- masing jenis, misalnya anak atau dewasa, penyakit ringan, sedang, atau berat, utama atau alternatif.
(c)    Menentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan presentase (prevalensi) tiap kelompok penyakit.
(2)   Menentukan pedoman pengobatannya
(a)    Menentukan pengobatan tiap kelompok penyakit, meliputi nama obat, bentuk sediaan, dosis, frekuensi dan durasi pengobatan. Menghitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk masing – masing kelompok penyakit.
(b)   Menentukan obat dan jumlahnya
Menghitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit dan menjumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis dan bentuk sediaan.

b)      Metode Konsumsi
Data riil konsumsi obat periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan ialah:
(1)   Memastikan beberapa kondisi dapat diasumsikan pola pengobatan periode yang lalu baik atau rasional, apakah data stock, distribusi, penggunaan obat lengkap dan akurat, apakah banyak terjadi kecelakaan (obat rusak, tumpah, ED) dan kehilangan obat, apakah jenis obat yang akan digunakan sama.
(2)   Melakukan estimasi jumlah kunjungan total untuk periode yang akan datang dengan menghitung kunjungan baik pasien rawat inap maupun rawat jalan periode yang lalu untuk melakukan estimasi periode yang akan datang dengan memperhatikan: perubahan populasi daerah, cakupan pelayanan, perubahan cakupan pelayanan. Pola morbilitas, kecenderungan insidensi, penambahan fasilitas pelayanan.
(3)   Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan cara menentukan pemakaian tiap jenis obat dan alat kesehatan dalam periode lalu, serta koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode yang lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan, kemudian mengevaluasi terhadap langkah sebelumnya (hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan) terhadap stock out (stock kosong, sehingga perlu pengadaan), lalu melakukan penyesuaian terhadap kesepakatan langkah-langkah diatas dan memperhitungan kebutuhan periode yang akan datang untuk tiap jenis obat.

c)      Metode Gabungan
Metode ini adalah gabungan dari dua metode diatas dan dibagi dalam beberapa metode/sistem sebagai berikut:
(1)   Sistem Pareto (ABC)
Sistem analisis ABC ini berguna dalam sistem pengelolaan obat, yaitu dapat menimbulkan frekuensi pemesanan berdasarkan nilai atau harga obat. Dalam sistem persediaan metode ini digunakan untuk menganalisis tingkat konsumsi dan nilai total konsumsi semua item. Analisis ABC merupakan metode pengadaan yang didasarkan atas nilai ekonomis barang dimana barang-barang persediaan dikategorikan dalam golongan A, B dan C. Golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai kurang lebih 80 % sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat tersebut mempunyai nilai sekitar 15 % dengan jumlah obat sekitar 10 % - 80 %, dan golongan C jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah obat sekitar 80%-100%.
(2)   Metode VEN (Vital, Essensial dan Non Essensial)
Merupakan metode pengadaan yang digunakan pada anggaran terbatas karena dapat membantu memperkecil penyimpangan pada proses pengadaan perbekalan farmasi dengan menetapkan prioritas di muka. Klasifikasi barang persediaan menjadi golongan VEN ditentukan oleh faktor makro misalnya peraturan pemerintah atau data epidemiologi wilayah dan faktor mikro misalnya jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di rumah sakit yang bersangkutan. Kategori obat–obat sistem VEN yaitu:
(a)    V (Vital) adalah obat-obat yang termasuk dalam potensial life saving drug, mempunyai efek samping withdrawl secara signifikan (pemberian harus secara teratur dan penghentiannya tidak tiba – tiba) atau sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar.
(b)   E (Essensial) merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi kesakitan, namun demikian sangat signifikan untuk bermacam-macam penyakit tetapi tidak vital secara absoud (penting tetapi tidak vital), untuk penyediaan sistem kesehatan dasar.
(c)    N (Non essensial) merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan, termasuk terhitung untuk memperoleh keuntungan terapetik.

3)      Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui : 
a)      Pembelian :
(1)   Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
(2)   Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan.
b)      Produksi/pembuatan sediaan farmasi :
(1)   Produksi Steril 
(2)   Produksi Non Steril
c)      Sumbangan/droping/hibah
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)
Metode-metode dalam pengadaan perbekalan farmasi  antara lain:
a)      Tender terbuka (Open Tender)
Merupakan suatu prosedur formal pengadaan obat yang dilakukan dengan cara mengundang berbagai pabrik baik nasional maupun internasional. Metode ini di lakukan dalam jangka waktu tertentu, karena proses tender memerlukan waktu yang lama dan harga lebih mahal. Metode ini biasanya digunakan oleh pemerintah.
b)      Tender Terbatas (Restricted Tender)
Metode ini pada umumnya digunakan pada lingkungan PBF yang terbatas, tidak diumumkan di koran, biasanya berdasarkan kenalan, nominalnya tidak banyak.
c)      Sistem Kontrak (Competitif Negotiation)
Pembeli membuat persetujuan dengan pihak suplier untuk mendapatkan harga khusus atau persetujuan pelayanan dan pembeli dapat membayar dengan harga termurah. Metode kontrak jauh lebih menguntungkan, karena pihak rumah sakit dapat melakukan negosiasi langsung dengan pihak suplier mengenai harga.
d)     Metode Langsung
Metode ini merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun cenderung lebih mahal karena jarang memperoleh diskon. Metode langsung ialah pihak rumah sakit melakukan pengadaan perbekalan farmasi secara langsung (bila barang hampir habis) kepada PBF.

4)      Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. 
Kriteria obat yang diproduksi :
a)      Sediaan farmasi dengan formula khusus 
b)      Sediaan farmasi dengan harga murah
c)      Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
d)     Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran
e)      Sediaan farmasi untuk penelitian
f)       Sediaan nutrisi parenteral
g)      Rekonstruksi sediaan obat kanker
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)

5)      Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
a)      Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa
b)      Barang harus bersumber dari distributor utama
c)      Harus mempunyai   Material Safety Data Sheet (MSDS)
d)     Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin
e)      Expire date minimal 2 tahun
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)

6)      Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan:
a)      Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
b)      Dibedakan menurut suhunya dan kestabilannya
c)      Mudah tidaknya meledak/terbakar 
d)     Tahan/tidaknya terhadap cahaya 
disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin  ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)

7)      Distribusi Obat
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan :
a)      Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b)      Metode sentralisasi atau desentralisasi 
c)      Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi

Sistem distribusi obat di rumah sakit secara umum adalah :
a)      Sistem Distribusi Obat Resep Individual (individual prescription)
Resep individual adalah resep yang ditulis dokter langsung untuk tiap penderita. Sistem ini umumnya digunakan oleh rumah sakit kecil dan atau rumah sakit pribadi, karena memudahkan cara untuk menarik pembayaran atas obat yang digunakan oleh pasien dan memberikan pelayanan kepada pasien secara perorangan.
b)      Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (ward floor stock)
Sistem ini mengadakan distribusi obat dimana masing–masing instalasi mempunyai persediaan obat. Namun pengawasan obat oleh farmasi jadi berkurang terutama dalam hal penyimpanan obat, pemberian obat yang benar dan juga kerusakan karena penyimpanan yang keliru serta pencurian obat. Dalam hal ini tanggung jawab perawat jadi lebih besar dalam menangani obat.
c)      Kombinasi Floor stock dan Individual prescreption.
Sistem ini digunakan oleh rumah sakit yang melakukan sistem penulisan resep pesanan obat secara individual sebagai sarana untuk penjualan obat tetapi juga memanfaatkan sistem floor stock secara terbatas agar mudah dalam pengawasannya.
d)     Unit Dose Dispensing (UDD)
Dalam sistem ini obat didistribusikan ke ruangan perawat untuk mempermudah pemberian obat dalam kemasan persekali minum/sekali pemakaian.
e)      One Daily Dose (ODD)
Dalam sistem ini pasien mendapatkan obat yang sudah dipisah-pisah untuk pemakaian satu hari.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)

b.    Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.
Tujuan :
1)      Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit
2)      Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat
3)      Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi
4)      Melaksanakan  kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional

Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan kefarmasian berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 adalah :
1)      Pengkajian Resep 
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administarasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
a)      Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
b)      Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c)      Tanggal resep
d)     Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasi meliputi :
a)      Bentuk dan kekuatan sediaan
b)      Dosis dan Jumlah obat
c)      Stabilitas dan ketersediaan
d)     Aturan, cara dan tekhnik penggunaan
Persyaratan klinis meliputi :
a)      Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat 
b)      Duplikasi pengobatan
c)      Alergi, interaksi dan efek samping obat
d)     Kontra indikasi
e)      Efek aditif


2)      Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/ meracik obat, memberikan label/ etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi.
Tujuan :
a)      Mendapatkan dosis yang tepat dan aman
b)      Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima makanan secara oral atau emperal
c)      Menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu.
d)     Menurunkan total biaya obat

Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya :
a)       Dispensing sediaan farmasi khusus
(1)      Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga  stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Kegiatannya antara lain :
(a)      Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan.
(b)     Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi
Faktor yang perlu diperhatikan :
(a)    Tim  yang  terdiri  dari  dokter,  apoteker, perawat, ahli gizi.
(b)   Sarana dan prasarana
(c)    Ruangan khusus
(d)   Lemari  pencampuran  Biological  Safety  Cabinet
(e)    Kantong khusus untuk nutrisi parenteral

(2)      Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan :
(a)    Mencampur sediaan intravena kedalam cairan infus Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai
(b)   Mengemas menjadi sediaan siap pakai
Faktor yang perlu diperhatikan :
(a)    Ruangan khusus
(b)   Lemari  pencampuran  Biological Safety Cabinet
(c)    HEPA Filter

b)      Dispensing Sediaan Farmasi Berbahaya
Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga kecelakaan terkendali.
Kegiatan :
(1)      Melakukan perhitungan dosis secara akurat
(2)      Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
(3)      Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
(4)      Mengemas dalam kemasan tertentu
(5)      Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku

Faktor yang perlu diperhatikan :
(1)      Cara pemberian obat kanker
(2)      Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
(3)      Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
(4)      Hepa Filter
(5)      Pakaian khusus
(6)      Sumber Daya Manusia yang terlatih

3)      Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat  
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Tujuan :
a)      Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.
b)      Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.
c)      Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.
Kegiatan :
a)      Menganalisa laporan Efek Samping Obat
b)      Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat
c)      Mengisi formulir Efek Samping Obat
d)     Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan :
a)       Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
b)      Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat

4)     Pemberian Informasi Obat
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan :
a)       Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit.
b)      Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.
c)       Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d)      Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan :
a)      Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif.
b)      Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.
c)      Membuat buletin, leaflet, label obat.
d)     Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
e)      Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
f)       Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya.
g)      Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a)      Sumber informasi obat
b)      Tempat
c)      Tenaga
d)     Perlengkapan

5)      Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Tujuan :
Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain. 
Kegiatan :
a)       Membuka  komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b)      Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question
c)       Apa yang dikatakan  dokter mengenai obat
d)      Bagaimana cara pemakaian
e)       Efek yang diharapkan dari obat tersebut.
f)       Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
g)      Verifikasi akhir: mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan :
a)      Kriteria pasien :
(1)      Pasien rujukan dokter
(2)      Pasien dengan penyakit kronis 
(3)      Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan polifarmasi
(4)      Pasien geriatric
(5)      Pasien pediatrik.
(6)      Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas
b)      Sarana dan Prasarana :
(1)      Ruangan khusus
(2)      Kartu pasien/catatan konseling

6)      Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah
Melakukan  pemeriksaan  kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari  dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit.
Tujuan :
a)       Mengetahui kadar obat dalam darah
b)      Memberikan  rekomendasi  kepada  dokter  yang merawat
Kegiatan : 
a)       Memisahkan serum dan plasma darah
b)      Memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan menggunakan alat TDM
c)       Membuat rekomendasi kepada dokter  berdasarkan hasil pemeriksaan

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a)      Alat Therapeutic Drug Monitoring
b)      Reagen sesuai obat yang diperiksa

7)      Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya
Tujuan :
a)      Pemilihan obat
b)      Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik 
c)      Menilai kemajuan pasien
d)     Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan :
a)       Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien.
b)      Untuk pasien baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
c)       Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar.
d)      Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk pemberian obat.
e)       Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan oleh setiap Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari pengulangan kunjungan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a)      Pengetahuan cara berkomunikasi
b)      Memahami teknik edukasi
c)      Mencatat perkembangan pasien

8)      Pengkajian Penggunaan Obat
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan :
a)      Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
b)      Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter satu dengan yang lain.
c)      Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik
d)     Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a)      Indikator peresepan
b)      Indikator pelayanan
c)      Indikator fasilitas
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar